CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA — Presiden RI Ke-2, Soeharto adalah mantan miter pejuang kemerdekaan, beberapa kali terlibat perang melawan para penjajah. Setelah menjadi Presiden Indonesia, jiwa pejuangnya tidak luntur, tercermin dari kegemarannya menyamar untuk bertemu langsung dengan rakyat Indonesia di berbagai daerah tanpa pengawalan ketat.
Di Indonesia yang hanya ada dua musim, yakni kemarau dan hujan, setiap musim hujan tiba kerap terjadi bencana banjir di beberapa daerah di Indonesia. Para pejabat seperti kepala negara, gubernur, bupati, camat hingga kepala desa, biasanya secara seremonial meninjau korban banjir.
Beda dengan yang lain, Presiden Soeharto punya kebiasan unik, yakni menyamar menjadi rakyat biasa berkeliling ke pelosok negeri untuk mengetahui secara langsung kondisi rakyatnya, dikutip dari Buku Incognito Pak Harto: Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya yang ditulis Mahpudi dan diterbitkan Yayasan Harapan Kita, 2013.
Perjalanan menyamar atau yang disebut incognito dilakukan pada tanggal 17-21 November 1976 ke beberapa daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Presiden Soeharto melakukan perjalanan penyamarannya menggunakan Jeep melewati jalan darat tanpa diiringi para pejabat pemerintah. Mereka yang ikut penyamaran hanya sekelompok kecil pengawal dan staf.
Di antara yang ikut penyamaran adalah Dan Satgas Pomad Kol. Munawar, ajudan Presiden Kol. Tri Sutrisno, dokter Kol. Mardjono dan Kepala Dokumentasi dan Mass Media Drs. Dwipojono.
Dalam penyamaran sampai ke ujung Jawa Timur, Presiden Soeharto menyinggahi tempat penampungan pengungsi korban banjir di kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Sebagai mantan militer yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Presiden Soeharto tidak sungkan-sungkan menengok dapur umum dan merasakan masakan yang akan dikirim kepada para korban bencana banjir.
Presiden Soeharto memberikan pidato sejenak untuk membesarkan hati para korban banjir yang sedang kesusahan. Presiden juga menganjurkan kepada para korban untuk bertransmigrasi ke luar Pulau Jawa, karena dengan bertransmigrasi akan lebih mensejahterakan para petani, karena lahan pertanian lebih luas di luar Pulau Jawa.
Seusai melaksanakan serangkaian perjalanan penyamaran tersebut, Presiden Soeharto dan rombongan menuju lapangan terbang Abdurachman Saleh, Malang untuk kembali ke Jakarta.