CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa memang masih panjang. Namun jika menelisik sejarah dari silih berganti kepemimpinan, boleh dibilang era keemasan Indonesia justru hadir di era kepemimpinan Soeharto.
Suka tidak suka, Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto justru menjelma menjadi kekuatan baru dari Asia Tenggara. Indonesia mampu berdikari di bidang ekonomi, menjaga stabilitas keamanan dan politik, hingga mewujudkan ketentraman kehidupan masyarakat.
Era keemasan di masa pemerintahan Soeharto bukan bualan semata. Di sektor ekonomi, Presiden Soeharto mampu membawa ekonomi Indonesia tumbuh di atas 8% selama memimpin pada 1967 hingga 1998.
Pemerintahan Presiden Soeharto berlangsung selama 32 tahun seusai menggantikan Presiden Sukarno. Pada perjalanan memimpin bangsa, Presiden Soeharto mampu berkali-kali membawa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 8%. Sebuah capaian yang saat ini seperti sulit diraih kembali.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah berada di level 8% sebanyak lima kali atau lebih selama Soeharto menjabat. Bahkan, laju ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia tercipta di era Soeharto, yakni mencapai 10,9% pada 1968 lalu.
Indonesia kembali merasakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 8% lebih itu pada 1973 sebesar 8,1%, 1977 (8,3%), 1980 (10%), dan 1995 (8,2%). Sedangkan tahun-tahun lainnya di kisaran 6% hingga 7%, sebelum anjlok ke minus 13,1% saat Presiden Soeharto digulingkan pada 1998.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di masa Soeharto kerap dikritik karena ditopang oleh faktor ‘Oil Boom’ yang membuat Indonesia mampu mengekspor minyak. Nyatanya pada 1980-an setelah era oil boom surut, ekonomi Indonesia tetap berjaya. Presiden Soeharto melakukan transisi fokus ke sektor manufaktur guna menopang pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan industri yang pesat pada akhir 1980-an yang sebagian besar berbasis pada sektor padat karya, seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki, juga menyebabkan peningkatan signifikan dalam lapangan kerja sektor manufaktur di Jawa. Juga menyebabkan diversifikasi pendapatan rumah tangga, bahkan di daerah pedesaan.
Tak hanya itu, di era Soeharto sajalah Indonesia mampu memproduksi sendiri pesawat terbang yang dimotori oleh IPTN dan BJ Habibie. Meski setelah pesawat N250 terbang perdana pada 1995, proyek tersebut terhambat akibat terpaan krisis moneter yang bermula dari Thailand.
Itu baru dari sektor ekonomi, di sektor pendidikan, Pemerintahan Soeharto sukses memajukan pendidikan Indonesia. Prestasi Presiden Soeharto dalam pembangunan pengembangan pendidikan terlihat dari kondisi partisipasi anak usia 6 sampai dengan 12 tahun yang menikmati pendidikan mencapai 97%.
Bentuk lembaga pendidikan dasar tersebut bukan hanya SD Negeri atau swasta saja, melainkan melalui lembaga atau organisasi keagamaan dan kebudayaan, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Taman Siswa dan pesantren anak-anak. Yang mendapat banyak perhatian dari UNESCO adalah komitmen Presiden Soeharto dengan program Pemberantasan Tiga Buta, yakni buta aksara latin dan angka, buta bahasa Indonesia, serta buta pendidikan dasar.
Adapun porsi anggaran pendidikan dalam APBN sendiri semakin meningkat. Presiden Soeharto mengatakan pendidikan menduduki posisi yang sangat penting untuk membangkitkan potensi manusia Indonesia, sehingga menjadi kekuatan pembangunan.
Secara bertahap setelah program pendidikan dasar diimplementasikan, Presiden Soeharto terlihat berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sistem pendidikan nasional yang sesuai dengan ciri kehidupan Indonesia.
Pada saat menerima Avicenna Medals, Presiden Soeharto mengatakan, penghargaan tersebut diberikan untuk seluruh rakyat Indonesia. Kendati demikian dalam pandangan Presiden Soeharto pembangunan pendidikan harus terus digalakkan dan ditingkatkan.
Di sektor kebudayaan, Soeharto tegas kepada jajaran menterinya supaya budaya asing tidak terlalu diberi keleluasaan. Keseriusan Soeharto supaya budaya asing dibatasi didasarkan terhadap dampak yang muncul, antara lain hilangnya identitas budaya lokal.
Sebut saja unsur budaya tradisional yang mulai terlupakan seiring dengan dominasi budaya luar. Hal ini turut menyebabkan lunturnya nilai-nilai kebudayaan lokal yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Dampak lainnya adalah penurunan rasa nasionalisme.
Permintaan Presiden Soeharto agar budaya asing dibatasi sebagaimana terekam dalam pemberitaan Antara yang tayang pada 29 Desember 1995 seperti dikutip dari Buku Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 774-776, Jumat (10/1/2025).
Baca Juga: Prestasi Soeharto yang Membuat Indonesia Kian Dikagumi ASEAN
Dalam buku itu, Soeharto meminta kepada para ilmuwan, terutama anggota Dewan Riset Nasional (DRN), untuk lebih selektif dalam menyaring nilai-nilai budaya luar negeri sebelum diterima dan digunakan dalam memperkuat serta memperkaya budaya nasional. Ia menekankan pentingnya pengembangan ilmu sosial dan kemanusiaan yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila.
Swasembada beras, stabilitas politik, stabilitas ekonomi, stabilitas keamanan negara, kiprah Indonesia di kancah internasional, merupakan buah manis dari kepemimpinan Soeharto. Tak berlebihan jika sosoknya dapat dikatakan sebagai pemimpin yang mampu mewujudkan masa keemasan Indonesia.
Baca Juga: Ketegasan Soeharto yang Bisa Jadi Teladan Bagi Generasi Muda