BeritaHistoria

Ketika Kemerdekaan RI Diproklamasikan, Soeharto Merasa Dapat Panggilan

×

Ketika Kemerdekaan RI Diproklamasikan, Soeharto Merasa Dapat Panggilan

Sebarkan artikel ini
Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Soeharto bertukar pikiran di tempat gerilya terakhir sebelum memasuki kota Yogyakarta pada 1949. (Tangkapan layar dari buku Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya)

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA — Pada tanggal 17 Agustus 1945 hari Jumat Legi bulan puasa pukul 10.00 WIB, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama rakyat, memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Begitulah berita yang Soeharto terima beberapa waktu kemudian. Memang kabar gembira itu diterima terlambat di Yogyakarta seperti di kota-kota lainnya di Pulau Jawa. Tentu berita tersebut lebih terlambat lagi untuk sampai ke pulau-pulau lainnya di Indonesia. Sebab Jepang melarang untuk menyiarkan peristiwa penting tersebut.

Soeharto mengisahkan, beberapa bulan sebelumnya yakni pada Februari terjadi pemberontakan terhadap Jepang di bawah pimpinan Soeprijadi di Blitar. Shodancho dan Bundancho yang terlibat ditangkap dan diajukan ke pengadilan militer, sehingga batalyon itu tidak mempunyai komandan regu lagi. Seluruh batalyon itu kemudian dipindahkan ke Brebeg, di daerah Nganjuk dan diasramakan di sana.

Baca Juga: Kepiawaian dan Ketegasan Soeharto Hadapi Pengusaha Asing dan Monopoli Perseorangan

“Di Madiun saya tidak tinggal di asrama, melainkan di luar, karena dapat rumah sendiri. Saya tinggal di rumah dinas itu tidak lama, karena segera ditugasi melatih prajurit-prajurit dari Batalyon Blitar untuk menjadi komandan regu (Bundancho). Latihannya di Brebeg, di tengah-tengah hutan jati,” kata Soeharto dikutip dari buku otobiografinya berjudul Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.

Pada waktu Bung Karno mengumandangkan kemerdekaan Indonesia, Soeharto masih di Brebeg, sedang melatih para prajurit. Pada tanggal 18 Agustus 1945, begitu Soeharto selesai melatih prajurit-prajurit PETA (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air), kemudian diperintahkan bubar.

“Kami disuruh menyerahkan kembali senjata-senjata kami, mobil pun dirampas oleh Jepang, tanpa kami mengetahui apa yang telah terjadi di Jakarta, saya pergi dari Brebeg ke Madiun, lalu ke Yogyakarta,” ujar Soeharto.

Awalnya Soeharto tidak tahu apa-apa tentang diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Setelah tiba di Yogyakarta, barulah Soeharto tahu samar- samar, dan kemudian menjadi lebih jelas lagi. Soeharto paham akan hal itu dari teman-teman dan dari orang-orang di jalan serta di rumah.

“Mendengar berita seperti itu saya pikir, wah, ini artinya panggilan, perasaan dan perhitungan saya sewaktu berada di asrama-asrama PETA itu terbukti benar. Saya sudah merasakan bahwa bangsa Indonesia sungguh-sungguh menginginkan kemerdekaan, dan sekarang kemerdekaan itu sudah diproklamasikan, itu berarti panggilan bagi kita untuk membelanya,” kata Soeharto.

Soeharto membaca surat kabar Matahari yang terbit di Yogyakarta tanggal 19 Agustus 1945, surat kabar itu memberitakan kabar besar mengenai proklamasi dan Undang-Undang Dasar (UUD) serta terpilihnya Bung Karno dan Bung Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara Indonesia yang baru lahir.

Baca Juga: Kisah Perjalanan Rahasia Presiden Soeharto Susuri Jalan Desa Hingga Turun ke Sawah

Rupanya hari itu pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII mengirimkan kawat ucapan selamat kepada Presiden dan Wakil Presiden RI serta menyatakan ikut bergembira atas terbentuknya Negara Republik Indonesia.

Kata sambutan Sultan Hamengku Buwono IX dimuat pula dalam harian Matahari yang menyebutkan bahwa semua, tidak ada yang terkecuali, harus bersedia dan sanggup mengorbankan kepentingan masing-masing untuk kepentingan Indonesia bersama, yakni menjaga, memelihara, dan membela kemerdekaan nusa dan bangsa. Itu anjuran yang sudah ada dalam pikiran Soeharto sejak awal.

“Jepang masih ada di Yogyakarta dan kelihatan masih tetap ingin berkuasa, sementara pemuda-pemuda Indonesia menunjukkan hasratnya yang meluap-luap untuk mendapatkan senjata guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” ujar Soeharto.

Dalam pandangan Soeharto, tentara Jepang rupanya mulai menyadari bahwa rakyat Yogyakarta sudah tahu akan kekalahan mereka dalam peperangan. Tetapi mereka bertahan di asramanya masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *