BeritaHistoria

Perjalanan Karir Militer Soeharto, Dari Anak Petani hingga Panglima ABRI

×

Perjalanan Karir Militer Soeharto, Dari Anak Petani hingga Panglima ABRI

Sebarkan artikel ini
Jenderal Besar AH Nasution dan Jenderan Besar Soeharto di Istana Negara (Foto: Ist)
Jenderal Besar AH Nasution dan Jenderan Besar Soeharto di Istana Negara (Foto: Ist)

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA- Kisah dan perjalanan hidup mantan presiden selalu menarik untuk diulas. Naik turun roda kehidupan yang dialami tokoh besar terkadang menjadi inspirasi bagi masyarakat dalam meniti karir dalam sebuah organisasi atau instansi.

Di Indonesia, nama Soeharto merupakan bagian dari tokoh yang dikagumi dari sisi pencapaian karirnya di dunia militer. Soeharto yang lahir di Bantul pada 8 Juni 1921 merupakan anak petani biasa yang tidak pernah membayangkan dirinya akan memimpin Indonesia.

Bahkan, karena karirnya yang cemerlang, akhirnya Soeharto dipilih menjadi Presiden ke-2 RI menggantikan Soekarno. Soeharto dilantik menjadi presiden pada 12 Maret 1967 dan kepemimpinannya berakhir pada Mei 1998.

Menjadi Siswa Militer Terbaik hingga Mendapatkan Pangkat Kopral

Sebelum menjadi Kepala Negara, Soeharto telah meniti karir cemerlang di militer dengan pangkat Mayor Jenderal, yang menjadikannya dikenal sebagai sosok yang sangat berpengaruh di dunia militer Indonesia.

Dilansir dari laman resmi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan berbagai sumber pada Jumat (17/1/2025), Soeharto memulai karir militernya pada 1 Juni 1940, saat ia diterima di sekolah militer Gombong, Jawa Tengah.

Setelah menjalani latihan dasar selama enam bulan, Soeharto berhasil lulus sebagai yang terbaik dan menerima pangkat kopral.

Diutus ke Bandung Jadi Tentara Cadangan dan Masuk ke KNIL

Pada masa Perang Dunia II, Soeharto ditugaskan ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat. Soeharto kemudian menjadi bagian dari Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), yang pada masa itu dipimpin oleh penjajah Jepang.

Komandan Peleton-Resimen

Setelah berpangkat Sersan, Soeharto kemudian naik pangkat menjadi komandan peleton, komandan kompi, dan komandan resimen. Ia juga menjadi komandan batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel di dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA), yang didirikan oleh Jepang.

Dalam peran ini, Soeharto memimpin operasi penumpasan pemberontak Andi Azis di Sulawesi dan bertugas mengamankan wilayah.

Komandan Resimen Infanteri

Berikutnya pada 1 Maret 1949, Soeharto terlibat dalam Serangan Umum di Yogyakarta, yang berhasil menduduki kota selama enam jam, sebagai bukti bahwa Republik Indonesia tetap eksis meskipun di tengah tekanan Belanda.

Ketika berusia 32 tahun, Soeharto dipindahkan ke markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infanteri 15 dengan pangkat kolonel pada 1 Maret 1953.

Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro 

Pada tahun 1956, Soeharto menjabat sebagai Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang, sebelum akhirnya menjadi Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro pada 1 Januari 1957. Ia terus menunjukkan dedikasinya kepada negara, di mana pada 1 Oktober 1961, ia menduduki jabatan Panglima Korps Tentara I Caduad dan Panglima Komando Pertahanan AD. Di tahun yang sama, ia juga ditugaskan sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Perancis, dan Bonn, Jerman.

Mayor Jenderal TNI AD

Pangkatnya terus mengalami kenaikan, dan pada 1 Januari 1962, Soeharto diangkat menjadi Mayor Jenderal. Kemudian pada pertengahan tahun yang sama, ia menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.

Dalam periode ini, Soeharto juga terlibat dalam operasi besar, seperti Operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat.

Panglima ABRI

Pada tanggal 16 Oktober 1965, Presiden Soekarno melantik Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat. Dia menggantikan Jenderal Ahmad Yani yang ikut menjadi korban dalam peristiwa G30S/PKI

Panglima Tertinggi dan Presiden RI

Pada 12 Maret 1967, MPRS menetapkan Soeharto sebagai pejabat presiden setelah menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno. Setahun kemudian, MPRS resmi melantik Soeharto sebagai presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS pada 27 Maret 1968. Sebagai presiden, Soeharto menjadi panglima tertinggi.

Dianugerahi Pangkat Bintang 5

Tak hanya itu, di akhir karir militernya, pada 5 Oktober 1997, Soeharto dianugerahi pangkat kehormatan bintang lima, sebuah penghargaan yang diberikan oleh Panglima ABRI saat itu, Jenderal Feisal Tanjung.

Pangkat kehormatan ini juga diberikan kepada Jenderal Abdul Haris Nasution dan almarhum Jenderal Sudirman, meskipun tidak terkait dengan struktur organisasi ABRI.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *