BeritaHistoria

Kisah Soeharto Memimpin Penyerbuan Markas Jepang (Bagian 1)

×

Kisah Soeharto Memimpin Penyerbuan Markas Jepang (Bagian 1)

Sebarkan artikel ini
Soeharto dampingi Panglima Besar Jenderal Soedirman. (Tangkapan layar dari buku Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya)

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA — Setelah Bung Karno dan Bung Hatta atas nama rakyat memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata Jepang masih ada di Yogyakarta dan kelihatan masih tetap ingin berkuasa.

Sementara pemuda-pemuda bangsa Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya menunjukkan hasratnya yang meluap-luap untuk mendapatkan senjata guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Soeharto mengisahkan, tentara Jepang rupanya mulai menyadari bahwa rakyat Yogyakarta sudah tahu akan kekalahan mereka dalam peperangan. Tetapi tentara Jepang tetap bertahan di asramanya masing-masing.

“Kemudian timbul inisiatif dari saya untuk mengumpulkan teman-teman bekas PETA (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air). Secara kebetulan semua teman itu tinggalnya tidak berjauhan,” kata Soeharto dikutip dari buku otobiografinya berjudul Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.

Soeharto mengatakan bahwa dirinya menemui Oni Sastroatmodjo, Komandan Kompi Polisi Istimewa, dan bersama dengannya Soeharto mengumpulkan bekas-bekas Chudancho dan Shodancho.

Tentara bekas-bekas PETA dan sejumlah pemuda lainnya berkumpul. Selanjutnya berhasil membentuk satu kelompok yang kemudian jadi anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang pembentukannya sudah diumumkan oleh Pemerintah RI.

Presiden Soekarno menyerukan agar bekas PETA, bekas Heiho, bekas Kaigun, bekas Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger/ Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) dan para pemuda lainnya segera berduyun-duyun bergabung dan mendirikan BKR-BKR di tempatnya masing-masing.

“Seruan Bung Karno itu bukan sesuatu yang baru buat kami. Kami sudah bergerak sejalan dengan seruan itu. Di dalam kelompok kami ada unsur polisi yang buat saya tidak asing, karena saya pun pernah jadi polisi,” ujar Soeharto.

Melucuti Jepang

Teman dekat Soeharto bernama Umar Slamet terpilih jadi ketua BKR. Soeharto terpilih jadi wakilnya. Kelompok kecil BKR ini yang adanya di Sentul, di Jalan Kusuma Negara sekarang adalah tangga pertama dalam zaman baru yang menaikkan Soeharto ke tangga-tangga berikutnya. Anggota-anggotanya terdiri atas bekas-bekas PETA, Heiho dan pemuda-pemuda lainnya.

“Saya memimpin kelompok ini dalam melucuti Jepang yang di luar asrama. Beberapa kendaraan militer juga kami rebut untuk keperluan pasukan kami. Kompi kami ini segera menjadi kuat dan banyak yang menyegani, sementara sejumlah pasukan Jepang masih tinggal di tangsinya, antara lain di Kotabaru, dengan utuh dan lengkap persenjataannya,” ujar Soeharto.

Resminya Soeharto tercatat sebagai Tentara Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1945, yakni pada lahirnya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tetapi Soeharto sudah bergerak sebelum itu.

Soeharto kemudian menghadiri pertemuan bekas PETA, Heiho dan pemuda-pemuda serta beberapa wanita yang berkumpul di sebuah gedung yang dipakai oleh Badan Penolong Korban-korban Perang (BPKKP), badan tempat BKR bernaung. Hadir waktu itu antara lain Kepala Polisi Istimewa Sudarsono, Mohamad Saleh, Ibu Ruswo, dan lain-lainnya.

“Saya termasuk pendiam dalam rapat itu. Maka pertemuan itu menghasilkan kesepakatan membentuk BKR di Yogyakarta dan memilih Sudarsono dan Umar Jo’i sebagai pemimpin dan wakil pemimpin BKR Yogyakarta,” ujar Soeharto.

Tugas BKR adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban dalam negeri. Tetapi yang jadi soal pertama dan utama bagi BKR untuk mengemban tugas itu, bagaimana mendapatkan senjata itu. Hal yang sudah sejak semula Soeharto pikirkan.

“Kemudian saya dengar dan sempat bertemu dengan pemuda-pemuda dan pejuang-pejuang yang bersemangat, seperti Sundjojo Sudarto, Sudono, Sjaifudin, Maja Retno, Sudirdjo, Marsudi, kami sibuk. Hilir-mudik, berunding, hilir-mudik lagi, bergerak menyampaikan buah pikiran dan merundingkannya dengan orang-orang lain, maka rencana pun kami rundingkan lagi dengan tokoh-tokoh muda waktu itu, seperti Umar Slamet, Sundjojo, Umar Jo’i, Muhamad Saleh dan lain-lainnya itu,” jelas Soeharto.

Bersambung ke: Kisah Soeharto Memimpin Penyerbuan Markas Jepang (Bagian 2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *