CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang melarang agen pengecer menjual LPG 3 kg membuat warga kesulitan menjangkau LPG subsidi. Hal ini membuat kenangan minyak tanah era Presiden Soeharto.
Saanih (68 tahun) yang merupakan salah satu warga di Cibubur, Jakarta Timur, kembali mengenang era kehidupan di zaman Presiden Soeharto atau Pak Harto. Pada era itu, minyak tanah menjadi alternatif utama bagi masyarakat menengah dan menengah ke bawah.
“Dulu era Pak Harto pakai minyak tanah, (sudah) harganya murah, gampang didapat. Memang enak zaman Pak Harto,” kata Saanih saat ditemui Channel8.co.id, Senin (3/2/2025).
Pada 1867, harga minyak tanah dibanderol sebesar Rp 1,8 per liter. Harga tersebut kemudian berangsur naik mengikuti pergerakan rupiah. Namun demikian, kenaikan tersebut menurut Saanih masih dapat diimbangi dengan daya beli masyarakat.
Buktinya, kata dia, suplai dan demand minyak tanah senantiasa seimbang di era Soeharto. Selain mengenang tentang mudahnya mengakses bahan bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan domestik, Saanih juga mengenang bagaimana mudahnya ekonomi di era Presiden Soeharto.
“Memang lebih enak zaman Pak Harto, apa-apa itu murah, rakyat senang,” pungkasnya.
Baca Juga: Saat Soeharto Minta Kawasan Perbatasan Tak Jadi Korban Zona Ekonomi Eksklusif
Sebagaimana diketahui, kebijakan subsidi BBM dimulai saat Presiden Soeharto menjabat. Dalam buku ’40 Tahun Perkembangan Usaha Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia 1945-1985′ mengulas perjalanan bisnis BBM di Indonesia.
Sejak tahun 1966, penjualan BBM memberikan hasil laba bersih minyak (LBM) yang merupakan bagian dari penerimaan minyak, di samping hasil dari kontraktor perjanjian karya. Kemudian, pada tahun 1967 jumlah penerimaan negara dari minyak bumi sebesar Rp 8,6 miliar. Terdiri dari hasil perjanjian karya sebesar Rp 7,4 miliar dan Rp 1,2 miliar dari LBM.
Baca Juga: 6 Kata-kata Bijak Presiden Soeharto yang Berkelas, Simpel dan Relevan