CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) baru saja menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2025 yang berlangsung pada Rabu hingga Jumat (5-7/2/2025). Forum tertinggi setelah Muktamar ini membahas berbagai masalah keagamaan yang berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Munas ini dibagi dalam tiga komisi, yaitu Komisi Waqiiyah, Komisi Maudluiyah, dan Komisi Qanuniyah.
Dalam acara yang diadakan di Kantor PBNU Jakarta, Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, KH Muhammad Cholil Nafis, menjelaskan bahwa salah satu topik yang dibahas dalam komisi ini adalah pelibatan diri dalam konflik negara lain. Kiai Cholil menjelaskan bahwa memberikan bantuan dalam bentuk obat-obatan, pangan, dan perlengkapan lainnya pada negara yang sedang mengalami konflik merupakan fardlu kifayah atau kewajiban kolektif. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa jika individu terlibat langsung dalam konflik tersebut tanpa izin negara yang bersangkutan, maka tindakan tersebut haram karena bisa menyebabkan kerusakan dan fitnah.
“Kita memberikan bantuan di negara konflik adalah fardlu kifayah, dalam konteks individu melibatkan diri dalam konflik negara lain, itu boleh. Tapi harus dengan izin negara yang bersangkutan. Jika tanpa izin negara, maka akan menambah fitnah dan kerusakan,” tegas Kiai Cholil.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut, Kiai Cholil juga membahas perihal hukum penyembelihan dan distribusi dam haji tamattu. Ia menjelaskan bahwa ada tiga peraturan hukum terkait hal ini. Pertama, dam harus disembelih dan didistribusikan di Tanah Haram, namun jika kondisi memungkinkan, distribusinya bisa dilakukan di luar Tanah Haram. Kedua, jika Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Tanah Haram tidak tersedia, penyembelihan dan distribusi dam dapat dilakukan di luar Tanah Haram, seperti di Indonesia atau Turki. Keputusan ini harus berdasarkan keputusan imam atau negara yang bersangkutan.
“Tapi kondisi mudarat seperti ini itu harus atas keputusan imam, negara. Negaralah yang memberikan kondisi ini,” jelas Kiai Cholil yang juga menjabat sebagai Rais Syuriyah PBNU.
Di luar dua isu utama tersebut, Komisi Waqiiyah juga membahas sejumlah topik lain seperti sertifikasi dan kepemilikan tanah di laut, trading karbon, properti tidak bergerak yang dibisniskan di atas tanah wakaf, dan dinamika zakat uang.
Sementara itu, Komisi Maudluiyah membahas enam persoalan penting, antara lain: murur dan tanazul tanpa mabit, mabit di Muzdalifah dan Mina antara taabbudi dan ta’aqquli, problematika pajak dalam Islam, fiqih filantropi, baiat sebagai kontrak sosial politik, serta hak dan kewajiban muslim di negara non-Muslim.
Komisi Qanuniyah juga turut membahas sejumlah isu, di antaranya pengendalian minuman beralkohol, problematika pencatatan perkawinan, dan pembatasan larangan penggunaan media sosial bagi anak-anak.
Munas Alim Ulama NU 2025 diharapkan dapat memberikan arahan dan keputusan yang bermanfaat bagi umat Islam dan masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan sosial-keagamaan.