Satu di antara banyak korbannya adalah Mega Oki (30 tahun) yang melaporkan kasus. Oki menceritakan, modus penipuan berawal dari ajakan pelaku berinisial NH (34) warga Gubeng Kertajaya, Surabaya untuk berinvestasi. Pelaku yang merupakan pemilik usaha, mengklaim bahwa investasi tersebut ditujukan untuk mendukung bisnis suaminya.
“Sebagai imbalan, para korban dijanjikan komisi sebesar 7 persen dari total investasi, dengan tambahan 10 persen jika target bisnis suami pelaku tercapai,” kata Oki dikutip dari halaman Tribratanews Jatim, Selasa (18/2)
Oki menceritakan, awalnya mereka diajak investasi dengan iming-iming keuntungan yang cukup besar. Pelaku memanfaatkan jaringan pertemanannya untuk menjaring korban.
Sistem arisan dan investasi ini menyebar luas melalui percakapan di grup WhatsApp (WA) dan dari mulut ke mulut, melibatkan berbagai kalangan, termasuk guru bahkan individu dari luar kota. Nominal investasi pun bervariasi, mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
Oki sendiri mengaku telah menginvestasikan uang sebesar Rp 40 juta dalam arisan tersebut.
Ia menjelaskan, kecurigaan para korban mulai muncul pada bulan September 2024. Saat itu salah satu anggota grup arisan mempertanyakan keberadaan pelaku.
“Setelah beberapa kali mencoba menghubungi pelaku tanpa mendapat respons, para korban kemudian mencoba melacak keberadaan pelaku ke rumahnya,” ujar Oki.
Namun, diceritakan Oki, mereka menemukan fakta mengejutkan bahwa rumah yang diklaim sebagai rumah pelaku ternyata hanyalah rumah sewaan, dan rumah sesuai KTP-nya telah dijual. Upaya menghubungi pelaku melalui telepon dan media sosial juga gagal. Beberapa korban yang mencoba menghubungi pelaku melalui media sosial, seperti Tiktok, justru diblokir.
Percobaan mediasi dengan keluarga pelaku juga tidak membuahkan hasil, keluarga pelaku tampak menutup-nutupi keberadaan pelaku dan enggan bertanggung jawab.
Oki mengaku telah dua kali mendatangi rumah pelaku untuk menanyakan uangnya. “Suaminya seperti yang sering kita lihat di film, selalu punya target dan selalu menjanjikan keuntungan,” jelas Oki.
Saat ini, total kerugian yang dialami para korban mencapai Rp 800 juta, dengan jumlah korban mencapai 90 orang. Sistem arisan dan investasi yang diterapkan pelaku cukup kompleks, dengan berbagai kloter dan jadwal pembayaran yang bervariasi, ada yang bulanan, 7 hari sekali, bahkan 15 hari sekali.
Oki sendiri terlibat dalam kloter terbesar dengan nominal Rp 55 juta dan telah terlibat selama sekitar 10 bulan.
Dengan adanya laporan terkait kasus tersebut, para korban berharap agar pelaku segera ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Para korban ini juga mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam mengikuti investasi atau arisan online serta memastikan legalitasnya sebelum memutuskan untuk berinvestasi.