CHANNEL.CO.ID, JAKARTA – Umat Islam di Indonesia sudah melaksanakan ibadah puasa Ramadan 1446 H pada Sabtu (1/3/2025). Muslim Indonesia menyambut dengan penuh suka cita atas hadirnya bulan yang sangat istimewa tersebut.
Namun demikian, jelang penentuan awal Ramadan oleh pemerintah, selalu muncul keributan kecil di tengah-tengah masyarakat, soal kapan Ramadan dilaksanakan.
Kondisi ini berbeda dengan penentuan awal Ramadan saat kepemimpinan Presiden ke-2 RI Jenderal besar Soeharto yang memimpin Indonesia sejak 1967-1998. Survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tahun 2013 membuktikan bahwa penentuan awal Ramadan era Soeharto lebih tenang dan meneduhkan.
Dilansir dari dokumen dan arsip LSI pada Minggu (2/3/2025), mengungkap bahwa mayoritas responden menilai bahwa penentuan awal puasa dan Lebaran di era kepemimpinan Presiden Soeharto dianggap lebih baik dibandingkan era pemerintahan setelahnya.
Rully Akbar yang saat itu bertindak sebagai peneliti LSI, menjelaskan bahwa pada masa Orde Baru, proses penentuan awal puasa dan Lebaran berlangsung lebih tenang tanpa menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Berbeda dengan era reformasi, di mana perdebatan mengenai penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri cenderung lebih ramai dan melibatkan banyak pihak, termasuk ormas-ormas keagamaan dan masyarakat luas yang semakin kritis terhadap keputusan-keputusan pemerintah,” kata Rully.
Ia menyebut, hasil survei LSI 2013 menunjukkan, hanya 12,42 persen responden yang menganggap keterlibatan pemerintah dalam penentuan awal puasa dan Lebaran di era reformasi berjalan dengan baik.
Sementara, 51,08 persen responden menilai bahwa pemerintah di era Orde Baru jauh lebih baik dalam menentukan waktu tersebut.
Tak hanya era Orde Baru, era Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno pun dinilai lebih baik ketimbang era reformasi. Sebanyak 36,50 persen responden menyatakan bahwa pemerintah Orde Lama mampu menjalankan proses penentuan awal Ramadhan dan Lebaran dengan lebih baik.
Rully menuturkan, survei khusus itu dilakukan LSI melalui metode quick poll pada 13-14 Agustus 2013. Adapun metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan melibatkan 1.200 responden dari 33 provinsi di Indonesia.
“Survei ini memiliki margin of error sekitar 2,9 persen. Selain survei kuantitatif, LSI juga melengkapinya dengan riset kualitatif, analisis media, focus group discussion (FGD), serta wawancara mendalam,” ucap Rully.