BeritaHistoria

Cara Soeharto Kendalikan Ekonomi Nasional saat Penerimaan Pajak Tekor

×

Cara Soeharto Kendalikan Ekonomi Nasional saat Penerimaan Pajak Tekor

Sebarkan artikel ini

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan RI yang dirilis pada Kamis (13/3/2025), hingga 28 Februari 2025 total pendapatan negara baru mencapai Rp316,9 triliun.

Angka tersebut mengalami penurunan signifikan sebesar Rp83,46 triliun atau 20,85 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024, yang saat itu berhasil mengumpulkan Rp400,36 triliun.

Dari total pendapatan tersebut, penerimaan perpajakan tetap menjadi kontributor utama. Namun, realisasinya masih jauh dari target yang ditetapkan.

“Penerimaan perpajakan [keseluruhan] Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Secara lebih rinci, penerimaan pajak hingga 28 Februari 2025 hanya mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp2.189,3 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun.

Penurunan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal negara, terutama dalam pembiayaan program-program prioritas pemerintah. Pemerintah perlu mencari strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan pendapatan negara guna menjaga keseimbangan APBN 2025.

Kondisi yang dialami Indonesia saat ini mengingatkan pada situasi awal pemerintahan Orde Baru yang dinakhodai Presiden Soeharto. Namun, strategi yang dilakukan Soeharto saat itu dinilai berhasil hingga ekonomi RI kembali merangkak naik.

Dilansir dari Indonesia Investmen, Jumat (14/3/2025), pada pertengahan tahun 1960-an, kondisi ekonomi Indonesia mengalami krisis berat akibat kekacauan politik yang terjadi di era Presiden Soekarno.

Isolasi dari ekonomi global serta kebijakan deficit spending menyebabkan hiperinflasi yang tidak terkendali. Namun, ketika Soeharto mengambil alih kekuasaan pada akhir dekade 1960-an, arah kebijakan ekonomi berubah drastis, membawa Indonesia ke jalur pertumbuhan yang stabil.

Setidaknya, ada 3 fase peningkatan ekonomi era Orde Baru dengan pendekatan dan strategi yang berbeda, sebagai berikut:

1. Pemulihan Ekonomi (1966-1973)

Setelah mengambil alih pemerintahan, Soeharto berfokus pada pemulihan ekonomi dengan mengintegrasikan kembali Indonesia ke dalam sistem ekonomi dunia. Langkah awal yang diambil termasuk bergabung kembali dengan International Monetary Fund (IMF), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Bank Dunia. Keputusan ini membuka akses terhadap bantuan keuangan dari negara-negara Barat dan Jepang.

Pemerintah juga menstabilkan harga dengan menghapus kebijakan pendanaan defisit melalui pencetakan uang. Selain itu, mekanisme pasar bebas diperkenalkan kembali, termasuk melalui Undang-Undang Penanaman Modal Asing (1967) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (1968). Insentif investasi yang diberikan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga lebih dari 10% pada tahun 1968.

2. Pertumbuhan Cepat dengan Intervensi Pemerintah (1974-1982)

Selama periode ini, pertumbuhan ekonomi tahunan dijaga di atas 5%, didukung oleh dua kali kenaikan harga minyak dunia (oil boom) yang terjadi pada tahun 1973/1974 dan 1978/1979. Sebagai anggota OPEC, Indonesia menikmati lonjakan pendapatan dari ekspor minyak, yang kemudian digunakan untuk membiayai proyek pembangunan infrastruktur dan industrialisasi.

Meski demikian, meningkatnya intervensi pemerintah dalam ekonomi juga membawa tantangan tersendiri, seperti birokrasi yang semakin kompleks dan potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya negara.

3. Ekspor dan Deregulasi (1983-1996)

Setelah masa keemasan minyak berakhir, pemerintah mulai menerapkan kebijakan deregulasi untuk mendorong pertumbuhan sektor non-migas. Reformasi ekonomi dilakukan untuk mempercepat ekspor dan menarik lebih banyak investasi asing.

Kebijakan-kebijakan ini berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil hingga akhir era Orde Baru. Namun, pada akhir dekade 1990-an, Indonesia mulai menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang berujung pada krisis moneter 1997-1998, yang akhirnya mengguncang pemerintahan Soeharto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *