CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Presiden ke-2 RI Jenderal besar Soeharto adalah pemimpin yang tidak pernah lupa dengan daratan. Masa kecilnya di Yogyakarta dipenuhi dengan kegembiraan bersama teman-teman sepermainannya.
Sama seperti anak-anak yang lain, Soeharto selalu bahagia ketika datang bulan suci Ramadan dan Idul Fitri. Jenderal yang sempat memimpin Serangan Umum di Yogyakarta pada 1949 ini mengaku nyaman dan bahagia saat menjalankan keseharian di bulan suci Ramadan dan Idul Fitri.
Karena itu, tepat pada Idul Fitri 4 September 1978, Presiden Soeharto semangat melaksanakan shalat Idul Fitri bersama masyarakat Ibukota di Masjid Istiqlal. Dilansir dari buku Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6 Sabtu (15/3/2025), dalam suasana penuh khidmat, Wakil Presiden Adam Malik beserta Ibu Adam Malik turut hadir, bersama sejumlah menteri, pejabat tinggi negara, serta anggota korps diplomatik dari negara-negara Islam.
Adapun Salat Ied ini dipimpin oleh KH Mohtar Nasir sebagai imam, sementara KH Syafari Abdullah bertindak sebagai khatib, menyampaikan khutbah Idul Fitri yang mengingatkan pentingnya persatuan dan kebersamaan dalam membangun bangsa.
Setelah pelaksanaan shalat, Presiden Soeharto bersama Ibu Tien Soeharto melanjutkan kegiatan di kediaman mereka di Jalan Cendana. Mulai pukul 10.00 hingga 13.00 WIB, Presiden menerima kunjungan dari para pejabat negara dan perwakilan korps diplomatik yang menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri.
Sementara itu, masyarakat umum diberikan kesempatan untuk bersilaturahmi dan berlebaran dengan Presiden dan Ibu Tien Soeharto pada malam harinya, mulai pukul 19.00 hingga 21.00 WIB di Cendana.
“Perayaan Idul Fitri tahun ini berlangsung dalam suasana penuh kehangatan dan kebersamaan, mencerminkan semangat persaudaraan antarwarga negara,” ucap Soeharto dalam buku tersebut.
Sementara itu, dilansir dari buku Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto (1976) pada Sabtu (15/3/2025), aktivitas Soeharto tak jauh beda dengan anak-anak lain di desanya. Setiap sore hari, Soeharto kerap belajar membaca kitab suci Al-Quran di langgar. Soeharto kecil menganggap pelajaran mengaji wajib bagi keluarganya.
Karenanya, Soeharto kecil menganggap langgar sebagai rumah kedua, apalagi saat bulan suci Ramadan. Aktivitas mengaji tersebut bisa memakan waktu berjam-jam. Dia bisa berada di langgar setelah salat tarawih selesai hingga menjelang sahur.
Kebiasaan itu terbawa hingga ia menjadi Presiden RI ke-2. Meski tidak ditampakkan, Soeharto sebenarnya sangat kental dengan tradisi Islam. Soeharto juga menjalankan semua kewajibannya sebagai Muslim di setiap Ramadan, seperti puasa dan membayar zakat.
Amaliah lainnya juga dikerjakan Presiden Soeharto. Momen paling diingat adalah ketika ia menggelar salat tarawih berjamaah di rumahnya di Cendana bersama warga sekitar.
Tradisi tarawih di Cendana jadi rutinitas yang selalu dilakukan jenderal yang telah berkuasa di Indonesia selama 32 tahun. Warga sekitar pun selalu merindukan suasana sholat tarawih bersama keluarga Soeharto.
Kala tak sibuk, Soeharto selalu menyempatkan sholat tarawih di rumahnya. Pejabat-pejabat lainnya pun ikutan. Mereka yang kebetulan memiliki agenda berjumpa Soeharto akan ikut momen buka puasa yang kemudian dilanjutkan dengan sholat tarawih bersama warga.
“Jadi, kita warga suka salat tarawih bersama di rumah Pak Harto. Sejak jadi presiden, Pak Harto mempersilakan warga di sini untuk salat tarawih bersama di rumahnya. Pak Harto sering salat bersama warga, anak-anaknya seperti Mba Tutut, Mba Titiek, Mba Mamiek, Mas Ari, Sigit juga suka tarawih di rumah bapak,” ujar seorang warga Umi yang sempat aktif salat tarawih di Cendana dikutip VOA.
“Kalau Pak Harto nggak ada, anak-anaknya tetap kok salat tarawih bareng kita-kita. Setelah nggak jadi presiden, Pak Harto masih sering tarawih bareng kita kok,” katanya lagi.
Intensitas kehadiran Soeharto semakin meningkat saat dirinya sudah tak lagi menjabat sebagai presiden Indonesia. Soeharto tak hanya sholat bersama warga. Anak-anaknya pun ikut sholat tarawih bersama Soeharto. Kebiasaan sholat tarawih itu langgeng hingga akhir hayat Presiden Soeharto.
“Masa-masa akhir hidupnya dilewati Pak Harto ditemani anak-cucu, beliau menjalani hari tua dengan banyak ibadah. Pernah saya mengajak seorang sahabat-seorang doktor ilmu politik dari Singapura ikut salat tarawih di Cendana, kebiasaan yang dijalani Pak Harto dan keluarganya hingga akhir hayat,” kata penulis buku Pak Harto: The Untold Stories (2011) Teguh Juwarno seperti dikutip dari VOA.