BeritaSerbaneka

Tenun Baduy: Ketaatan Perempuan Baduy Menjaga Tradisi Leluhur

×

Tenun Baduy: Ketaatan Perempuan Baduy Menjaga Tradisi Leluhur

Sebarkan artikel ini

CHANNEL8.CO.ID – Banjarbaru, Lebak, Banten Di tengah arus modernisasi yang semakin kuat, perempuan Suku Baduy tetap teguh menjaga tradisi warisan leluhur mereka. Salah satu bentuk nyata dari ketaatan mereka terhadap adat adalah menenun, sebuah keterampilan yang tidak hanya menghasilkan kain indah tetapi juga menjadi simbol kepercayaan dan nilai budaya yang terus dijaga turun-temurun.

Di perkampungan adat Baduy yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, aktivitas menenun masih menjadi pemandangan yang lazim dijumpai. Di bale-bale rumah-rumah panggung khas Baduy, perempuan-perempuan Baduy duduk bersila dengan alat tenun sederhana, merangkai benang demi benang hingga menjadi kain dengan motif khas.

Menenun bagi perempuan Baduy bukan sekadar keterampilan, melainkan perwujudan ketaatan terhadap adat yang mereka hormati. Sejak kecil, anak perempuan Baduy sudah dikenalkan dengan aktivitas menenun sebagai bagian dari pendidikan adat. Ambu Sani, salah satu perempuan Baduy, mengungkapkan bahwa dirinya sudah belajar menenun sejak usia 10 tahun.

Wanita suku Baduy sedang menenun (photo Istimewa)

“Setiap perempuan Baduy pasti bisa menenun. Ini bukan hanya soal membuat kain, tapi juga bagaimana kami menjaga warisan nenek moyang. Ada beberapa motif yang biasa kami buat, seperti suat songket, adu macung, poleng kacang, dan janggarwari,” kata Ambu Sani.

Motif janggarwari merupakan salah satu motif yang paling rumit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk dibuat. Setiap helai kain tenun Baduy tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga mengandung makna filosofi yang berkaitan erat dengan alam dan kehidupan masyarakat Baduy.

Kain Tenun dan Identitas Masyarakat Baduy
Tidak semua kain tenun Baduy diproduksi untuk dijual. Bagi masyarakat Baduy Dalam, kain tenun digunakan sebagai pakaian adat yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak menggunakan bahan pakaian modern, sehingga hasil tenunan sendiri menjadi bagian dari identitas budaya mereka.

Berbeda dengan Baduy Dalam, masyarakat Baduy Luar lebih terbuka dalam menjual hasil tenunan sebagai salah satu sumber penghasilan. Kain tenun mereka kini menjadi bagian dari ekonomi lokal, menarik wisatawan dan kolektor kain khas Nusantara untuk membelinya sebagai oleh-oleh.

Selain itu, keberlanjutan tradisi menenun juga berkontribusi dalam pelestarian alam, karena bahan-bahan yang digunakan berasal dari alam tanpa proses kimia yang merusak lingkungan. Perempuan Baduy tidak hanya menjaga budaya, tetapi juga turut mempertahankan kelestarian lingkungan melalui metode produksi yang ramah alam.

Menenun sebagai Bentuk Ketahanan Budaya
Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, masyarakat Baduy tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional mereka, termasuk dalam hal berpakaian dan berkarya. Meskipun mereka hidup tanpa listrik dan teknologi modern, keahlian menenun terus diwariskan kepada generasi muda, memastikan bahwa budaya ini tidak punah.

Kain tenun Baduy tidak hanya sekadar produk tekstil, tetapi juga menjadi simbol komunikasi pariwisata berbasis budaya yang mengandung nilai-nilai sejarah dan adat istiadat. Pemerintah daerah dan berbagai komunitas budaya pun berupaya untuk mengangkat kain tenun Baduy sebagai warisan budaya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Dengan segala makna dan simbol yang terkandung dalam setiap helai kainnya, tenun Baduy tetap hidup sebagai bagian dari ketaatan, ketahanan, dan kebanggaan perempuan Baduy dalam menjaga adat mereka. (A2n)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *