Historia

Kisah Soeharto Blusukan Temui Petani Jelaskan Prinsip Demokrasi Ekonomi Pancasila

×

Kisah Soeharto Blusukan Temui Petani Jelaskan Prinsip Demokrasi Ekonomi Pancasila

Sebarkan artikel ini
Presiden Soeharto saat mengikuti panen raya di Pantai Utara Jawa Barat. Tangkapan layar dari buku Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.
Presiden Soeharto saat mengikuti panen raya di Pantai Utara Jawa Barat. Tangkapan layar dari buku Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA — Suatu ketika Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto blusukan menemui petani untuk berinteraksi langsung dengan para petani agar memahami apa yang mereka butuhkan. Kepada para petani, Presiden Soeharto juga menjelaskan tentang prinsip demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kala itu, Presiden Soeharto pergi blusukan pergi ke Lombok Timur, tepatnya di daerah Sembalun, Nusa Tenggara Barat (NTB). Soeharto bertemu, bertatap muka dan berbicara dengan para petani bawang putih di Sembalun.

“Tentu saja bertemu dan berbicara dengan petani itu tanpa teks, seperti biasa, dengan mereka saya mesti bicara jelas, gampang, dan terinci,” kata Soeharto.

Sambil mendengarkan hal-hal yang disampaikan para petani di daerah, kepada para petani, Presiden Soeharto menegaskan agar prinsip-prinsip demokrasi ekonomi ditegakkan oleh segenap warga masyarakat. Caranya dengan menempatkan usaha ekonomi sebagai usaha bersama secara kekeluargaan yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Presiden Soeharto menegaskan bahwa usaha ekonomi bukan hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran si produsen, bukan hanya untuk kemakmuran si penjual jasa, juga bukan hanya untuk kemakmuran konsumen. Ketiga-tiganya harus melaksanakan prinsip usaha bersama dan kekeluargaan.

Menurut Presiden Indonesia Ke-2 ini, filsafat demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 pada prinsipnya adalah menghargai satu sama lain.

“Saling menghargai, dan untuk dapat saling menghargai itu, pertama produsen atau petani harus diangkat derajatnya. Artinya harga produksinya harus dihargai dan dilindungi,” ujar Presiden Soeharto, dikutip dari buku otobiografinya berjudul Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.

Saat berbicara dengan para petani, Presiden Soeharto bertanya berapa harga bawang putih di sana. Para petani menjawab bahwa Rp 1.500 saja yang diterima petani.

Presiden Soeharto mengetahui bahwa di pasaran harganya per kilo sudah sampai Rp 5.000. Itu artinya masih jauh sekali selisihnya.

“Andaikata separuhnya saja diterima oleh si produsen, si petani, maka ia (petani) akan menerima Rp 2.500 karena itu si petani perlu berdialog dengan para pengusaha untuk menetapkan harga,” ujar Presiden Soeharto.

Dalam pandangan Presiden Soeharto, pihak konsumen perlu dilindungi. Artinya, jangan sampai harga bawang putih itu terlalu mahal. Sebab konsumen juga perlu menikmati kemakmuran. Maka harga tertinggi harus dirundingkan.

Ketiga, para penjual jasa pun harus dihormati karena mereka telah bersusah payah juga mengumpulkan, memproses dan mengantarkan bahan atau bawang itu ke daerah-daerah dan bersusah payah meminjam uang dengan bunga. Maka mereka pun harus dihargai dan diberi untung, tetapi keuntungannya itu harus wajar.

Menurut Presiden Soeharto, kepentingan masing-masing harus dipenuhi, baik petani, konsumen maupun penjual jasa, itu prinsipnya demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun, Presiden Soeharto menyadari mewujudkan itu tidak gampang. “Tetapi begitu seharusnya, ketiga pihak (petani, konsumen dan penjual jasa) mesti berunding, mesti bisa berunding. Itu pemecahan masalah secara kekeluargaan,” ujar Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto menegaskan bahwa dirinya tidak boleh jemu dengan upaya memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi. Soeharto mengatakan bahwa dirinya seperti tidak diizinkan untuk merasa capek dengan membangun dan membangun, sementara dirinya harus memecahkan persoalan-persoalan mengenai pembangunan itu.

“Tetapi sudahlah, saya jawab tantangan-tantangan itu. Untuk rakyat yang menaruh kepercayaan kepada saya, saya tidak boleh menyerah, dan saya lakukan itu dengan senang,” demikian kata Presiden Soeharto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *