BeritaHistoria

Julukan Macan Asia untuk Indonesia Bukti Keberhasilan Pembangunan Era Presiden Soeharto

×

Julukan Macan Asia untuk Indonesia Bukti Keberhasilan Pembangunan Era Presiden Soeharto

Sebarkan artikel ini
Presiden Soeharto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl (Foto: Arsip RI)
Presiden Soeharto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl (Foto: Arsip RI)

CHANNEL8.CO.ID-JAKARTA, – Julukan Macan Asia terhadap Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakatnya. Julukan ini tidak hanya mencerminkan kekuatan, tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia, di mata negara-negara sahabat, memainkan peranan politik regional dengan cukup baik. Dalam pandangan internasional, Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan, baik dalam aspek politik maupun ekonomi.

Dilansir dari berbagai sumber pada Kamis (9/1/2025), julukan Macan Asia bermula dari kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-8 dan 9 M, yang merupakan salah satu kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara. Kemudian, kejayaan Majapahit pada 1350-1389, dengan pengaruhnya yang luas di kawasan Asia, turut memperkuat citra Indonesia sebagai pusat kekuatan regional.

Julukan ini berlanjut dan semakin populer pada masa pemerintahan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang mengangkat nama Indonesia di pentas dunia dengan peran pentingnya dalam Gerakan Non-Blok. Namun, julukan Macan Asia mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Pada era ini, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, yang membuat negara-negara Asia lainnya semakin mengakui kekuatan ekonomi Indonesia. Negara-negara Asia pun terus menggema­kan julukan Macan Asia sebagai simbol pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di Indonesia.

Dengan adanya julukan ini, Indonesia tidak hanya dipandang sebagai kekuatan ekonomi, tetapi juga sebagai pemimpin politik yang diakui di Asia, yang membanggakan masyarakatnya hingga kini.

Dilansir dari koran Kompas yang tayang 5 April 1995 pada Kamis (9/1/2025), salah satu kewibawaan Indonesia sebagai Macan Asia tercermin usai Indonesia dan Jerman membentuk Forum Kerja Sama Ekonomi dan Teknologi RI-Jerman. Pembentukan forum ini dihadiri langsung Presiden Soeharto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl.

Forum ini bertujuan sebagai wahana untuk merumuskan langkah-langkah konkret bagi peningkatan hubungan dan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan teknologi antar kedua negara.

“Saya optimis terhadap masa depan hubungan ekonomi RI-Jerman. Begitu banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan hubungan bilateral. Kemampuan ekonomi dan posisi strategis kedua negara juga makin memperkukuh kerja sama bilateral itu,” kata Soeharto saat menyampaikan sambutan.

Melalui kerja sama ekonomi itu, Presiden Soeharto menawarkan Indonesia sebagai batu loncatan bagi Jerman untuk memperluas aktivitas ekonominya di Asia Pasiftk. Sebaliknya, Kepala Negara mengharapkan Jerman menjadi gerbang bagi peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia di Eropa.

Hal senada dikemukakan Kanselir Kohl, yang mengharap forum itu menjadi sangat penting bagi upaya memperkukuh kehadiran Jerman diAsia melalui Indone­ sia.

“Kami menginginkan suatu lompatan yangjauh secara kualitatif dalam peningkatan hubungan kita, terutama berkaitan dengan unifikasi Eropa yang akan mulai dilaksanakan 1996-1997 setelah persetujuan Maastrich,” tutur Kanselir Kohl.

Persetujuan Maastrich, kata Kohl, telah menciptakan dimensi baru bagi Indonesia untuk berupaya meningkatkan hubungan dengan Eropa melalui Jerman. Tapi juga sangat penting bagi kedua negara untuk memperkukuh hubungan dan kerja samabi-lateral. Melalui forum itulah, kedua pihak dapat menerobos kepentingan itu.

“Untuk kepentingan itulah, kami setuju untukkembali datang ke Indonesia tahun depan. Saya akan didampingi suatu delegasi yang besar, yang mewakili industri Jerman,” ujar Kanselir. Kohl bahkan melihat tugas untuk makin memperkukuh hubungan dan ketja sama antara kedua negara sebagai “tugas pribadi kita”.

Kohl mengaku masih teringat pertemuannya yang pertama dengan Presiden Soeharto pada 1972 di Cendana, yang temyata membuktikan pentingnya peningkatan hubungan dalam dasawarsa mendatang.

Kohl juga melihat agar hubungan kedua negara tidak hanya dititikberatkan pada masalah ekonomi, tapi juga hubungan kebudayaan. Menurut hipotesanya- dan ini diakuinya benar- hubungan dua bangsa dapat langgeng karena ada saling pengertian secara kultural. Karena itulah, selain diperlukan peningkatan jurnlah mahasiswa yang belajar di Jennan, Kohl juga melihat perlunya ada perluasan pengetahuan bahasa Jerman di Indonesia.

Dalam pidatonya Presiden menjelaskan,jalur perdagangan Indonesia di pasar ekspor Eropa bukan tanpa ganjalan. Ekspor beberapa mata dagangan ke Austria, Finlandia, dan Swedia, yang semula bebas dari hambatan kuota, sekarang mengalami hambatan kuantitatifkarena masuknya ketiga negara tersebut ke Uni Eropa.

“Akan terasa lebih wajar jika perluasan wilayah Uni Eropa juga disertai dengan peningkatan kuota dan laju pertumbuhannya. Demikian pula penerapan ketentuan antidumping terhadap produk Indonesia di pasar Uni Eropa hendaknya tidak diterapkan begitu saja terhadap produk Indonesia di pasar Austria, Finlandia dan Swedia, sebelurn ada pembuktian bahwa penerapan itu memang patut dilakukan.”

Lebih jauh disebutkan, Indonesia juga merasa perlu meminta kompensasi yang memuaskan semua pihak, karena penyesuaian tarif bea masuk ketiga negara tersebut dengan Tarif Bersama Uni Eropa ternyata merugikan Indonesia. Untuk itu, Presiden mengharapkan dukungan Jerman sebagai mitra dagang  Indonesia  terbesar  di Uni Eropa, untuk membantu menyelesaikan masalah itu.

Menguatkan Julukan Macan Asia

Kerja sama itu, menurut penilaian Dr Heinrich Pierer selaku General Manager Siemens, sebagai sesuatu yang akan mengawali kehadiran secara besar-besaran investasi Jerman di Indonesia.

Dalam pidatonya sebelum sambutan Kanselir Kohl dan Presiden Soeharto, Pierer yang juga memimpin semacam Asosiasi Pengusaha Jerman untuk Asia Pasifik menjelaskan alasan kehadiran investasi Jerman, yaitu antara lain karena adanya dinamika ekonomi yang begitu pesat dan potensi pasar yang begitu besar di Indonesia.

Untuk mendukung tekad Jerman itu, katanya, diperlukan suatu komitmen yang besar dari pemirnpin kedua negara. Dalam kaitan itulah pertemuan semacam Forum Kerja Sama Ekonomi dan Teknologi RI-Jerman itu menjadi penting.

Pierer bahkan melihat kebijakan ekonomi Indonesia dengan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi akan mempercepat Indonesia menjadi MacanAsia lainnya.

“Tidak lama lagi dapat dipastikan Indonesia akan disebut tiger. Indonesia saat ini sedang memberikan sumbangan besar bagi keajaiban ekonomi Asia Tenggara”.

Dipilihnya Indonesia sebagai negara mitra dalam Hannover Messe, menurut Pierer, juga merupakan bukti adanya penghargaan yang tinggi atas keberhasilan pembangunan Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *