CHANNEL8.CO.ID | Bukittinggi, Sumatera Barat – Di tengah kekhawatiran akan punahnya satwa liar endemik Indonesia, kabar menggembirakan datang dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi. Sepasang anak harimau Sumatera kembali lahir di lembaga konservasi tersebut, menambah semangat baru dalam upaya pelestarian spesies yang kini masuk dalam kategori Critically Endangered menurut IUCN.
Dua anak harimau tersebut lahir pada 3 Mei 2025 dari pasangan Bujang Mandeh dan Mantagi. Bujang Mandeh adalah harimau jantan yang diselamatkan dari jerat pemburu di kawasan Mandeh, Sumatera Barat, dan kini menjadi simbol ketahanan hidup satwa liar. Sementara Mantagi adalah harimau betina hasil konservasi generasi sebelumnya di TMSBK. Sebelumnya, pasangan ini juga telah melahirkan seekor anak harimau betina bernama Banun pada Desember 2024.

Dalam kunjungan resmi ke TMSBK, Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, diberi kehormatan untuk memberikan nama kepada kedua anak harimau tersebut.
“Saya beri nama Rizki untuk yang jantan, dan Lestari untuk yang betina,” ujar Titiek. Ia menjelaskan bahwa nama Rizki dipilih sebagai simbol anugerah dari Tuhan, sementara Lestari mencerminkan harapan agar harimau Sumatera tetap hidup dan berkembang di alam Indonesia.
BACA JUGA : Titiek Soeharto Kaget Stok Beras Impor di Bulog Penuh Kutu
Prosesi pemberian nama dilakukan secara simbolis dan disaksikan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Wali Kota Bukittinggi, serta sejumlah anggota Komisi IV DPR RI. Dalam sambutannya, Titiek juga menyinggung pentingnya pelestarian harimau Sumatera sebagai bagian dari warisan budaya masyarakat Minangkabau.
“Di Minangkabau, harimau dikenal sebagai Inyiak Balang, sosok yang dihormati secara spiritual dan budaya. Kelahiran Rizki dan Lestari adalah pengingat bahwa kita masih punya harapan,” ujarnya.
BACA JUGA : Titiek Soeharto : Diberi Gelar Atau Tidak, Pak Harto Adalah Pahlawan
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menambahkan bahwa saat ini terdapat sekitar 568 individu harimau Sumatera yang tersebar di 23 lanskap di Indonesia. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
“Kita harus memastikan bahwa pembangunan tidak mengorbankan habitat satwa liar. Konservasi bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Dokter hewan TMSBK, Yoli Zulfanedi, menjelaskan bahwa kondisi kedua anak harimau dalam keadaan sehat.
“Anak pertama, Banun, sempat kami rawat intensif karena induknya tidak menghasilkan cukup susu. Setelah Banun disapih, Mantagi kembali memasuki siklus kawin dan melahirkan Rizki dan Lestari. Saat ini keduanya sudah divaksin satu kali dari tiga tahap,” jelas Yoli.
BACA JUGA : Genjot Swasembada Pangan, Titiek Soeharto Bagi-Bagi Traktor ke Petani Bantul
Dengan kelahiran Rizki dan Lestari, populasi harimau Sumatera di TMSBK kini mencapai 11 individu. Ini menjadikan TMSBK sebagai salah satu pusat konservasi harimau Sumatera terpenting di Pulau Sumatera. Kolaborasi antara TMSBK, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbukti mampu menciptakan ekosistem konservasi yang berkelanjutan.
Kelahiran Rizki dan Lestari bukan sekadar penambahan angka populasi. Mereka adalah simbol harapan, bukti nyata bahwa konservasi bisa berhasil jika dilakukan dengan komitmen, kolaborasi, dan cinta terhadap alam. Di tengah tantangan besar seperti perburuan liar, konflik manusia-satwa, dan alih fungsi lahan, kisah ini menjadi pengingat bahwa masa depan satwa langka masih bisa diperjuangkan. (A2n)