Historia

Pemimpin Religius Itu Bernama Soeharto

×

Pemimpin Religius Itu Bernama Soeharto

Sebarkan artikel ini

CHANNEL8.CO.ID, JAKARTA – Presiden Soeharto merupakan tokoh besar dalam sejarah Republik Indonesia. Di balik besarnya peran Soeharto sebagai pemimpin bangsa, ia juga kerap dipotret sebagai pemimpin religius.

Spiritualitas Soeharto terlihat di kala ia menjadi penggagas pembangunan 1000 masjid di Indonesia. Pada 1982, melalui Yayasan Amalbhakti Muslim Pancasila (YAMP), Presiden Soeharto mengajak bangsa Indonesia untuk membumikan gerakan bersedekah.

Selain mengajak setiap elemen untuk gemar bersedekah, pendirian YAMP itu juga bercita-cita membangun 1000 masjid di seluruh Indonesia. Soeharto kala itu meyakini, masjid merupakan kebutuhan hakiki umat Islam yang menjadi agama mayoritas di negara ini.

Presiden Soeharto kala itu menekankan bahwa selain sebagai sarana beribadah, hadirnya masjid juga merupakan simbol bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan masyarakat dalam ukhuwah Islamiyah.

Maka, pada tahun itu juga (1982) YAMP mengumpulkan dana yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (Korp Pegawai Republik Indonesia), TNI/Polri yang beragama Islam yang nilainya: Rp 50 (golongan I), Rp 100 (golongan II), Rp 500 (golongan III), dan Rp 1.000 (golongan IV), berdasarkan jenjang masing-masing pegawai. Hal ini sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan.

Gagasan ini disampaikan Pak Harto selaku penggagas YAMP kepada menteri Keuangan pada 8 Desember 1982. Potongan gaji yang sedemikian kecilnya ternyata sangat bermanfat bagi umat Islam.

Soeharto meyakini bahwa uang sedekah harus dikelola secara profesional, akuntabel, dan transparan. Sehingga cita-cita pendirian YAMP pun dapat terlaksana dengan baik. Tak heran, pada 2009 YAMP berhasil mendirikan 1000 masjid di seluruh Tanah Air.

Tak sampai di situ, spiritualitas Soeharto juga semakin terlihat menjelang ia tutup usia. Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab menjadi saksi bagaimana teguhnya keimanan Soeharto, terutama jelang tutup usia. Prof Quraish Shihab mendampingi Soeharto di hari-hari akhir dan menyaksikan bagaimana sang pemimpin pada masa Orde Baru itu tampak ikhlas dan siap menghadapi kematian.

“Banyak kebaikan Pak Harto, seperti membangun hampir 1000 masjid hingga akhir hayatnya. Bukan berarti Pak Harto tak punya kesalahan, tapi kebaikan dan jasanya jauh lebih banyak bagi Indonesia,” kata Prof Quraish.

Berdasarkan penuturan Prof Quraish, sat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, Soeharto kerap mengucapkan zikir. Soeharto juga tak pernah melalaikan sholat, ia selalu menunaikan sholat lima waktu di awal waktu.

Tak hanya itu, meski Islam memberikan rukhshoh (dispensasi) bagi orang sakit saat mendirikan sholat, Soeharto justru bersikukuh untuk sholat menghadap kiblat kendati ranjang tidurnya tidak mengarah ke kiblat. Melihat kehendak Soeharto yang begitu begitu kuat untuk menghadap kiblat, pihak keluarga pun memindahkan posisi ranjang untuk menghadap ke kiblat.

Prof Quraish merasakan betul spiritualitas Soeharto yang semakin religius menjelang akhir-akhir hayatnya. Soeharto bahkan kerap bangun malam untuk mendirikan sholat tahajud, ia juga tak segan untuk mengkaji kembali ayat-ayat Alquran kepada Prof Quraish.

Dalam diskusi kajian keagamaan itu, Prof Quraish menuturkan bahwa Soeharto selalu menyimak dengan penuh khidmat bagaikan seorang murid mendengar petuah guru. Padahal, kata Prof Quraish, Soeharto jauh lebih tua secara umur darinya dan merupakan orang yang mengerti agama.

Penghayatan dan pengamalan ajaran agama membuat Soeharto tegar dan pasrah menghadapi berbagai hujatan kala ia dituding dengan berbagai isu pasca berhenti dari jabatannya sebagai presiden.

Baca Juga: Satelit Palapa, Terobosan Soeharto yang Mendobrak Zaman

Dari penghayatan spiritualitasnya, Soeharto pun berpesan apabila ia wafat. Jika ia wafat sebelum Zuhur, ia meminta jenazahnya diterbangkan ke Astana Giribangun hari itu juga. Namun, jika berpulang setelah Zuhur, Soeharto meminta jasadnya diinapkan dulu di Cendana baru dikebumikan.

Tepatnya pada 27 Januari 2008, Pak Soeharto wafat selepas Zuhur di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jenazahnya diinapkan di Cendana sebelum diterbangkan ke Astana Giribangun untuk dikebumikan. Kepergiannya pun meninggalkan kesan mendalam bagi publik untuk mengingat bahwa pemimpin religius itu bernama Soeharto.

Baca Juga: Presiden Soeharto Menyamar Keliling Pulau Jawa Menengok Rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *